Hati, atau qolbu, adalah ruang suci yang ditempatkan Tuhan di dalam diri setiap manusia, yang menyimpan percikan Ilahi. Tuhan mengungkapkan, “Aku yang tidak bisa ditampung oleh langit dan bumi, muat di hati orang beriman yang ikhlas.”
Oleh karena itu, hati yang berada di dalam diri kita ini lebih berharga daripada tempat suci yang berada di bumi. Tempat suci duniawi dibangun oleh orang-orang suci, namun hati dibangun oleh Tuhan, untuk menampung Tuhan.
Kebanyakan dari kita mengabaikan hati. Kita juga membiarkan di dalam hati kita berlaku penyembahan berhala; segala hal yang fana di dunia ini. Kita menyembah ketenaran dan uang, dan mengabdikan diri untuk haus akan mereka dan mengejar mereka. Kita telah menghabiskan waktu untuk meraih tujuan duniawi daripada Tuhan.
Laa Ilaaha Illallooh
Salah satu maknanya adalah, “Tidak ada yang layak disembah kecuali Alloh”, membersihkan hati dari berhala yang telah kita rawat di sana, menjadikannya ruang suci yang layak untuk kehadiran Tuhan.
Siapapun bisa melakukan bentuk-bentuk penyembahan luar, jauh lebih sulit mengajarkan hati kita untuk mengabdikan diri. Bagian luar selalu lebih mudah daripada bagian dalam. Tidak sulit untuk membuat bagian luar kita bersih dengan mandi, tapi sangat sulit untuk membersihkan bagian dalam tubuh kita.
Hati berperan sebagai mediator antara pengaruh materiel di luar dan pengaruh spiritual di dalam diri kita. Jika nafsu (kesombongan, keserakahan, dan kecenderungan negatif) kita terlibat dengan hal-hal luar di dunia ini, mereka mengaburkan per’hati’an kita dan menyembunyikan cahaya spiritual. Semakin kita menyingkap hijab cahaya itu, semakin kita melihat dengan jelas kecenderungan materiel dan negatif kita sendiri, dan juga, semakin kita memperkuat kecenderungan spiritual dan positif kita.
Praktik Batin
Pengetahuan diperdalam oleh pengalaman. Ilmu diperdalam oleh pengamalan. Guru saya pernah berkata, “Abah juga sedang belajar.” Inilah kata-kata seorang sufi sejati. Tasawuf adalah ajaran yang hidup; sedikit pengetahuan batiniyah yang diterapkan membawa kebijaksanaan, sedangkan banyak mengkonsumsi ilmu lahiriyah menghasilkan gangguan pencernaan mental dan spiritual.
Pengetahuan kita tidak lengkap kecuali kita bertindak berdasarkan apa yang kita ketahui, dan setiap tindakan memengaruhi hati. Guru saya mengajarkan bahwa kata-kata yang halus atau tindakan yang menyenangkan orang lain itu melembutkan dan membuka hati, sementara kata-kata kasar atau tindakan yang dapat menyakiti orang lain dapat mengeraskan dan menutup hati.
Guru menambahkan bahwa tindakan kita juga memberikan dampak terhadap dunia di sekitar kita, dan setiap kata yang baik menyebabkan mawar mekar, sementara setiap kata menyakitkan dapat menyebabkan duri tumbuh.
Ketika hati mulai terbuka, kita menjadi terpandu oleh intuisi dan kebijaksanaan. Penting untuk bertindak berdasarkan kebijaksanaan, kalau tidak, maka konektivitas kita dengan hati akan berkurang. Meskipun kita tahu bagaimana kita harus bersikap, kebiasaan dan kecenderungan lama kita mungkin masih mendominasi, jadi kita harus terus berusaha.
Jika kita sadar bahwa hati kita adalah ruang ilahi, kita akan bertransformasi. Dari perspektif ini, kita bukanlah makhluk duniawi yang mendambakan spiritualitas; kita adalah makhluk spiritual yang berusaha menemukan sifat sejati diri kita. Siapa sebenarnya diri ini dan apa yang kita semua dambakan, dapat ditemukan di hati kita.