Kebajikan adalah kesempurnaan moral. Kebajikan adalah perilaku atau kualitas yang memenuhi kebaikan moral sebagai pondasi prinsip dan moral kebaikan. Kebajikan personal adalah karakteristik yang bernilai karena mempromosikan kebesaran kolektif dan individual. (Wikipedia)
Kalau kita melihat KBBI, kebajikan diartikan:
sesuatu yang mendatangkan kebaikan (keselamatan, keberuntungan, dan sebagainya); perbuatan baik: kita wajib berbuat ~ kepada sesama manusia
Terjemahan bebas Bahasa Arab menurut Google Translate, kebajikan atau virtue [ethic]: 1) manaqib, 2) khoir, dan 3) fadhilah.
1. Manaqib
Di dalam kamus al-Munjid, manaqib (kebajikan) dijelaskan:
Maa ‘urifa bihi minal khisholil hamidati wal akhlaaqil jamiilati
Apa yang diketahui pada manusia tentang budi pekertinya yang terpuji dan akhlaknya yang bagus/ indah.
Firman Alloh SWT:
“Sungguh pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal.” (Q.S. Yusuf : 11)
Sabda Rosululloh Saw:
“Memperingati orang-orang saleh merupakan kifarat dosa, dan dengannya turunlah rahmat Alloh dan menghasilkan berkah (bertambahnya kebaikan).” (H.R. Ahmad dan Thobroni)
2. Khoir
Firman Alloh:
“Dan ingatlah ketika Kami firmankan kepada malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”, para malaikat pun bersujud kecuali iblis, dia enggan bersujud dan menyombongkan diri. Dan adalah ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kafir.” (Q.S. Al-Baqoroh : 34)
Ana khoirun minhu (aku lebih baik darinya), ketiga kata ini terungkap keluar dari mulut iblis sebagaimana dalam firman-Nya:
“(Alloh) berfirman: “Apa yang menghalangi hingga kamu tak mau bersujud [kepada Adam] ketika Aku perintahkan?”. Iblis menjawab: “Aku lebih baik darinya, Engkau ciptakan aku dari api, [sedangkan dia] Engkau ciptakan dari tanah”. (Q.S. Al-A’raf: 12).
Seorang murid yang bersimpangan keadaannya dengan keadaan syekhnya, analoginya menjadi seperti antara syekh dan iblis yang diusir [dan hina].
Abdul Wahhab as-Sya’roni berkata: “Seorang murid hendaklah tidak mengatakan kepada syekhnya ‘kenapa’, karena dengan begitu ia tidak akan pernah sukses dalam menempuh thoriqohnya”. Lebih lanjut bahwa perkataan ‘kenapa’ yang diungkapkan terhadap Syekh merupakan suatu dosa menurut kesepakatan ahli thoriqoh.
Dalam menempuh jalan kepada Alloh itu (thoriqoh) dilandaskan pada adab, karena thoriqoh itu seluruhnya adalah adab dan penyempurnaan adab. Maka barang siapa yang beradab kepada syekhnya, beradab pula kepada Alloh; dan barang siapa yang buruk adabnya kepada syekhnya, maka buruk pula adabnya kepada Alloh.
3. Fadhilah
Merujuk pada dan keberadaan afdholudz dzikri laa ilaaha illallooh, merupakan simpulan dari banyaknya keterangan yang menjelaskan tentang ‘keutamaan’ kalimah laa ilaaha illallooh. Dan bila kita harus bertanya ‘kenapa’:
Afdholu maa qultu ana wa nabiyyuna min qoblii laa ilaaha illallooh.
Ucapan yang paling utama yang diucapkan olehku dan oleh nabi-nabi sebelumku adalah laa ilaaha illallooh.
Aristoteles mendefinisikan kebajikan (virtue):
“… is a settled disposition toward actions by deliberate choice”.
“A man becomes just by doing just actions and temperate by doing temperate actions; and no one can have the remotest chance of becoming good without doing them.” (The Encyclopedia of Libertarianism – Ronald Hamowy)
Menurut Aristoteles, dengan mengasah kebiasaan yang bajik, orang kemungkinan akan membuat pilihan yang tepat ketika dihadapkan dengan tantangan etika.
Dalam teori moral terdapat sistem etika teleologis dan sistem etika deontologis.
Etika Teleologis (consequentialism) berfokus pada akhir suatu tindakan, yaitu, hasil [aktual], sebagai tindakan yang membuat tindakan patut dipuji atau tidak dibenarkan. Utilitarianisme sering dikutip sebagai contoh paradigma etika teleologi, berpendapat bahwa suatu tindakan harus dinilai dengan kemampuannya menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi banyak orang (prinsip kebahagiaan terbesar); “biar langit runtuh, keadilan harus ditegakkan”.
Etika Deontologis berfokus pada motivasi dalam melakukan suatu tindakan. Etika Kant biasanya disebut sebagai paradigma etika deontologi, yang berpendapat bahwa tidak ada yang baik dalam diri kecuali niat baik (penekanan pada tugas); “asalkan tujuan tercapai, cara apapun dibenarkan”.
Kita dapat mengambil ide-ide teleologis dan deontologis dan menerapkannya [juga] pada tindakan sosial. Dengan demikian membahas kelompok sosial manusia dalam istilah tindakan yang terkoordinasi dari suatu kelompok yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan atau tindakan yang dilakukan sebagai tujuan itu sendiri.
Ini menunjukkan konsepsi teleologis dan deontologis ke formasi sosial terbesar. Dan formasi sosial terbesar yang kita kenal adalah peradaban. Apakah sebuah peradaban [dalam istilah umum] memiliki pandangan moral?
Tidak seperti istilah yang digunakan secara umum, istilah ‘adab’ yang kita kenal dalam ‘peradaban’ adalah etika itu sendiri. Etika yang membantu kita memahami apa artinya menjadi manusia yang berbudi luhur. Dan, itu memberi kita panduan untuk menjalani hidup.
Demikian kebajikan yang berfungsi sebagai panduan tersebut adalah Sembilan Pilar Peradaban Dunia:
- Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dhohir maupun bathin, harus kita hormati. Begitulah seharusnya hidup rukun, saling menghargai.
- Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan. Sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah agama dan negara. Jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya ‘adzaabun aliim’, yang berarti duka nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah, hati susah).
- Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya, atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh. Sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya. Sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
- Terhadap fakir miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan. Oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang. Karena mereka jadi fakir miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
- Jangan benci kepada ulama yang sezaman.
- Jangan menyalahkan ajaran orang lain.
- Jangan memeriksa murid orang lain.
- Jangan berhenti melaksanakan amaliah meskipun diganggu orang lain.
- Mesti menyayangi orang yang membencimu.
Disimpulkan dalam pilar ke-9, umirtu an uqotilan naasa hatta yasyhadu an laa ilaaha illallooh (H.R. Muslim); kita berusaha untuk menjadi tipe orang-orang berpribadi Tanbih, karena itu adalah ‘tugas’ sekaligus ‘tujuan’ pokok dari materi dua dzikir yang kita amalkan.
Leave a Reply